Serangga Akan Jadi Makanan Pokok Masa Depan - Hewan serangga tampaknya tak boleh lagi diremehkan. Binatang yang
kerap dianggap hama ini kemungkinan dapat menjadi bahan pangan utama di
dunia dalam beberapa tahun mendatang.
Di Afrika, Asia, dan sebagian Amerika, praktik konsumsi serangga atau entomophagy dinilai lebih menguntungkan. Hal ini dikarenakan jumlah serangga lebih banyak dibanding sayur, buah, atau daging yang diperoleh dari hewan buruan dan hasil jebakan di alam liar.
Walaupun masih tampak menjijikkan, masyarakat di dunia tercatat telah mengonsumsi setidaknya seribu jenis serangga sebagai bahan pangan. Entomophagy, menurut para ilmuwan, ternyata tak sebatas serangga. Hewan artropoda seperti tarantula, dan andmyriapoda seperti kaki seribu, juga tercakup. Namun, entomophagy tidak termasuk mengonsumsi krustasea, yang dianggap mewah di Amerika dan sebagian negara berkembang.
Di beberapa negara, ada masyarakatnya yang terbiasa mengonsumsi jangkrik, kumbang, semut, dan beberapa jenis kumbang seperti mealworm. Mealworm sendiri harus ada untuk mengimbangi spesies ulat bulu dan kalajengking.
Diperkirakan sekitar 2,5 miliar orang rutin mengonsumsi serangga sebagai salah satu sumber pangan. Saat ini para ilmuwan percaya, serangga ada sebagai langkah besar untuk penyediaan pangan dunia.
Serangga dinilai sebagai solusi pangan paling tepat dan sesuai untuk mengimbangi jumlah manusia yang terus meningkat. Beberapa jenis serangga dipertimbangkan sebagai sumber pangan yang sehat dan kaya protein. Serangga juga merupakan sumber pangan paling baik untuk mengatasi kelaparan yang terjadi pada miliaran orang di India, Afrika, dan beberapa negara berkembang.
Hal ini diperkuat dengan dimenangkannya suatu proposal bisnis dari para ilmuwan di Montreal’s McGill University, yang mengambil tema produksi dan distribusi pangan berbahan serangga. Saat ini mereka tengah mencari para petani yang bersedia membudidayakannya.
Tim beranggotakan Mohammed Ashour, Shobhita Soor, Jesse Pearlstein, Zev Thompson, dan Gabe Mott tersebut juga memenangkan Hult Prize dari Clinton Global Initiative’s. Mereka telah bepergian ke Kenya, Meksiko, dan Thailand untuk melihat kemungkinan mengembangkan sumber pangan dari serangga lokal.
Di Afrika, Asia, dan sebagian Amerika, praktik konsumsi serangga atau entomophagy dinilai lebih menguntungkan. Hal ini dikarenakan jumlah serangga lebih banyak dibanding sayur, buah, atau daging yang diperoleh dari hewan buruan dan hasil jebakan di alam liar.
Walaupun masih tampak menjijikkan, masyarakat di dunia tercatat telah mengonsumsi setidaknya seribu jenis serangga sebagai bahan pangan. Entomophagy, menurut para ilmuwan, ternyata tak sebatas serangga. Hewan artropoda seperti tarantula, dan andmyriapoda seperti kaki seribu, juga tercakup. Namun, entomophagy tidak termasuk mengonsumsi krustasea, yang dianggap mewah di Amerika dan sebagian negara berkembang.
Di beberapa negara, ada masyarakatnya yang terbiasa mengonsumsi jangkrik, kumbang, semut, dan beberapa jenis kumbang seperti mealworm. Mealworm sendiri harus ada untuk mengimbangi spesies ulat bulu dan kalajengking.
Diperkirakan sekitar 2,5 miliar orang rutin mengonsumsi serangga sebagai salah satu sumber pangan. Saat ini para ilmuwan percaya, serangga ada sebagai langkah besar untuk penyediaan pangan dunia.
Serangga dinilai sebagai solusi pangan paling tepat dan sesuai untuk mengimbangi jumlah manusia yang terus meningkat. Beberapa jenis serangga dipertimbangkan sebagai sumber pangan yang sehat dan kaya protein. Serangga juga merupakan sumber pangan paling baik untuk mengatasi kelaparan yang terjadi pada miliaran orang di India, Afrika, dan beberapa negara berkembang.
Hal ini diperkuat dengan dimenangkannya suatu proposal bisnis dari para ilmuwan di Montreal’s McGill University, yang mengambil tema produksi dan distribusi pangan berbahan serangga. Saat ini mereka tengah mencari para petani yang bersedia membudidayakannya.
Tim beranggotakan Mohammed Ashour, Shobhita Soor, Jesse Pearlstein, Zev Thompson, dan Gabe Mott tersebut juga memenangkan Hult Prize dari Clinton Global Initiative’s. Mereka telah bepergian ke Kenya, Meksiko, dan Thailand untuk melihat kemungkinan mengembangkan sumber pangan dari serangga lokal.
Hal ini sekaligus mempertajam kesempatan memasarkan produk di kawasan tersebut. Menurut mereka, serangga juga bisa dibuat tepung untuk roti yang kaya protein, meskipun tergantung pada jenis serangga yang dihasilkan.
"Kami sangat senang dengan kesempatan yang diberikan. Kami harap langkah ini membawa dampak besar bagi dunia," kata Soor.
Hal serupa juga tengah dilakukan badan PBB dalam menyelesaikan masalah pangan dunia. Serangga dinilai dapat meningkatkan ketahanan pangan tanpa menimbulkan masalah lingkungan ataupun ekonomi.
Serangga memang telah lama diincar sebagai bahan pangan alternatif. Dalam situsnya, Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) menulis, serangga memiliki kandungan protein, lemak, dan mineral yang tinggi. Keberadaan serangga dinilai bisa menggantikan fungsi kedelai, jagung, kacang-kacangan, dan ikan. Serangga juga cepat bereproduksi sehingga diperkirakan tidak merugikan lingkungan.
Dalam situsnya, FAO juga menulis serangga bukanlah pangan yang hanya diperuntukkan bagi masyarakat miskin. Sebagian masyarakat mengonsumsi serangga karena rasanya, bukan disebabkan ketiadaan bahan pangan lain. Terkait kemungkinan alergi yang ditimbulkan, hal ini bergantung pada ketahanan tubuh dan jenis serangga yang dikonsumsi.
Sekian artikel berisi tentang Serangga Akan Jadi Makanan Pokok Masa Depan.